MAKALAH PKN
KEMERDEKAAN
BERAGAMA DAN KEPERCAYAAN DI INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
: MELINDA
KELAS
: XI IPS 2
SMA
NEGERI 1 KOBA
BANGKA
TENGAH
TAHUN
AJARAN 2016/2017
Contents
DAFAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................i
Latar
belakang.......................................................................................................ii
Rumusan
masalah...................................................................................................2
Tujuan
penulisan.....................................................................................................3
Manfaaat
penulisan.................................................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
Seputar Mengenai Agama............................................................................................4
Definisi Kepercayaan.....................................................................................................5
Ciri – Ciri Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan.......................................6
Dasar Hukum Yang Mengatur
Tentang Beragama dan Berkepercayaan .............7
BAB III
METODOLOGI PENULISAN...........................................................8
Metode Penulisan.........................................................................................................8
Waktu
dan Tempat Penulisan....................................................................................8
Metode Pengumpulan Data........................................................................................8
Analisis Data................................................................................................................8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................17
BAB V
PENUTUP............................................................................................18
Simpulan.................................................................................................................18
Saran......................................................................................................................18
Daftar pustaka
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana.
Makalah ini berisikan tentang
konsep kemerdekaan beragama dan berkepecayaan di indoneisa. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga
berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Koba , November 2016
Penulis
Pertanyaan :
1.Mengapa masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah yang mengatur kehiduoan
bermasyarakat {apriandi}dijawab oleh suci
2.Apa yang disebabkan dengan adanya kemerdekaan
beragama(yuniati) dijawab oleh melinda
3.Contoh perilaku kerukunan beragama dari tempat
sekitarmu {sandy}dijawab oleh tasiah
4.Mengapa kehidupan beragama
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat
indonesia [ nikmatul ]dijawab oleh elan
5.Jelaskan apa itu kemerdekaan
beragama dan kepercayaan [dinda] dijawab oleh tasiah
6.Mengapa masyarakat indonesia masih
saja disiksa dan dianiaya sedangkan telah diterangkan pada pasal28 i ayat 1
bahwa masyarakat indonesia mempunyai hak untuk dianiaya [sisi puspita dewi]
dijawab oleh eka putri lestari
.7Mengapa setiap masyarakat harus
menaati peraturan dalam agamnya (PUTRI) Dijawab oleh lindiyani
8.Tiap pemeluk agama mempunyai hak
kewajiban dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan .bagaimana
dengan yang tidak mempunyai agama (rivaldi) dijawab oleh siti hominah
Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Kehidupan beragama
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan seluruh masyarakat
Indonesia, termasuk kita sebagai pelajar. Kemerdekaan beragama dan
berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih,
melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, dan dalam hal
ini tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama,
masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan
muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang
mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada
orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama.
Kemerdekaan
beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah
beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu
kemerdekaan beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah
yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing, dengan kata
lain tidak diperbolehkan untuk menistakan agama dengan melakukan peribadatan
yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.
Dalam hidup
beragama, tentunya kerukunan antar umat sangatlah tidak boleh lemah. Kerukunan
umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial dan
tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan
terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga baik yang seagama,
berlainan agama maupun dengan pemerintah.
Kerukunan
antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk
mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak Kemerdekaan beragama dan kepercayaan tidak boleh dimaknai
sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau kebebasan untuk
memaksaakan ajaran agama kepada orang lain yang sudah memeluk
agama yang diyakininya. Seagama dalam proses pergaulan pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum.
mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak Kemerdekaan beragama dan kepercayaan tidak boleh dimaknai
sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau kebebasan untuk
memaksaakan ajaran agama kepada orang lain yang sudah memeluk
agama yang diyakininya. Seagama dalam proses pergaulan pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum.
Bentuk nyata
yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di
dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan
perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup
dalam kedamaian dan ketentraman.
Kerukunan
antar umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama,
masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur
tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan
dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang
berlaku di negara Indonesia.
Untuk itulah
penulis menelaah dan mengkaji bagaimana keadaan kemerdekaan beragama dan
berkepercayaan di Indonesia serta mengkaji apa saja hal yang perlu dilakukan
oleh berbagai pihak yang meliputi pemerintah dan masyarakat Indonesia agar
dapat menjaga kerukunan penduduk Indonesia dalam beragama dan memiliki
kepercayaan masing – masing.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari karya tulis ini, yaitu :
1. Bagaimana
keadaan penduduk Indonesia dalam beragama dan berkepercayaan di Indonesia?
2. Bagaimana
membangun kerukunan umat dalam beragama dan berkepercayaan di Indonesia?
3. Bagaimana
sikap toleransi masyarakat terhadap keberagaman agama dan kepercayaan di
Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari karya tulis ini,
yaitu :
1. Untuk
mengetahui bagaimana keadaan penduduk Indonesia dalam beragama dan
berkepercayaan di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui bagaimana membangun kerukunan umat dalam beragama dan berkepercayaan
di Indonesia.
3. Untuk
mengetahui bagaimana sikap toleransi masyarakat terhadap keberagaman agama dan
kepercayaan di Indonesia.
D.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat penulisan dalam karya tulis ini, yaitu :
1. Bagi
pemerintah, diharapkan pemerintah dapat bertindak dengan baik dalam menangani
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keberagaman agama dan kepercayaan
yang ada di Indonesia.
2. Bagi
masyarakat, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan sikap toleransi terhadap keberagaman agama dan
kepercayaan yang ada di Indonesia.
3. Bagi siswa,
diharapkan agar siswa dapat mengetahui serta memahami tentang pentingnya
menanamkan sikap toleransi terhadap keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Seputar
Mengenai Agama
Agama di dunia jumlahnya ada banyak sekali.
Sedangkan di Indonesia ada 6 agama yang diakui secara resmi yaitu Katolik,
Kristen Protestan, Islam, Hindhu, Buddha, Khonghucu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian atau definisi agama
adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Istilah agama sendiri adalah suatu
istilah yang berasal dari bahasa Sanskerta “āgama” yang memiliki arti “tradisi”.
Istilah asing lainnya yang mempunyai pengertian
sama dengan agama adalah religi yang berasal dari bahasa latin “religio” dan
berakar pada kata kerja “re-ligare” yang memiliki arti “mengikat kembali”.
Mengikat di sini maksudnya yaitu dengan ber-religi maka seseorang akan mengikat
dirinya kepada tuhan. Di Indonesia ini, mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam dengan total pemeluknya mencapai 87,18% dari
seluruh total populasi penduduk Indonesia. Kemudian kristen protestan sebanyak
6,96%, katolik sebanyak 2,9%; hindu sebanyak 1,69%; buddha sebanyak 0,72%; dan
Khonghucu sebanyak 0,05%;. Data tersebut diperoleh berdasar hasil sensus tahun
2010. Bisa saja saat ini jumlahnya telah mengalami sedikit perubahan.
Adapun pengertian agama menurut para ahli :
a. Menurut
Émile Durkheim definisi Agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri
atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci dan
menyatukan semua penganutnya dalamsuatu komunitas moral yang di namakan umat.
b. Menurut prof
Dr.m. Drikarya definisi Agama adalah kenyakinan adanya suatu kekuatan
supranatural yang mengatur danmenciptakan alam dan isinya.
c. Menurut H.
Moenawar Chalil definisi Agama adalah perlibatan yang merupakan tingkah laku
manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai
konsekuensi atas pengakuannya.
d. Menurut
Hendro Puspito definisi Agama adalah sistem nilai yang mengatur hubungan
manusia dan alam semesta yang berkaitan dengan keyakinan.
e. Menurut
Jappy Pellokild definisi Agama adalah percaya adanya tuhan yang maha esa dan
hukum-hukumnya.
B. Definisi Kepercayaan
Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana
kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang
didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang
mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan
dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai
(Moorman, 1993).
Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah psikologis yang
merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap
perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai
kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan
harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang
mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan
tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995).
Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian
hubungan seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu
sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian.
Universitas Sumatera Utara Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan
reliabilitas dan integritas dari orang yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994).
Doney dan Canon (1997) bahwa penciptaan awal hubungan mitra dengan pelanggan
didasarkan atas kepercayaan.
Hal yang senada juga dikemukakan oleh McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam
Bachmann & Zaheer, 2006), menyatakan bahwa kepercayaan dibangun sebelum
pihak-pihak tertentu saling mengenal satu sama lain melalui interaksi atau
transaksi. Kepercayaan secara online mengacu pada kepercayaan dalam lingkungan
virtual. Menurut Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998), definisi kepercayaan dalam
berbagai konteks yaitu kesediaan seseorang untuk menerima resiko.
Diadaptasi dari definisi tersebut, Lim et al (2001) menyatakan kepercayaan
konsumen dalam berbelanja internet sebagai kesediaan konsumen untuk mengekspos
dirinya terhadap kemungkinan rugi yang dialami selama transaksi berbelanja
melalui internet, didasarkan harapan bahwa penjual menjanjikan transaksi yang
akan memuaskan konsumen dan mampu untuk mengirim barang atau jasa yang telah
dijanjikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah kesediaan
satu pihak menerima resiko dari pihak lain berdasarkan keyakinan dan harapan
bahwa pihak lain akan melakukan tindakan sesuai yang diharapkan, meskipun kedua
belah pihak belum mengenal satu sama lain.
C. Ciri – Ciri Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
Ciri – ciri kemerdekaan beragama dan
berkepercayaan begitu banyak contoh sikapnya. Diantara contoh sikapnya adalah :
1.
Kebebasan
memeluk agama, yaitu setiap orang bebas memeluk agamanya masing - masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
2.
Negara menjamin kemerdekaan warganya untuk
bribadah, yaitu negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya
masing - masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3.
Kebebasan untuk menetapkan agama atas pilihan
sendiri, yaitu setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan
beragama.
4.
Tanpa paksaan dalam menganut agama /
kepercayaan, yaitu tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu
kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai
dengan pilihannya.
5.
Hanya ketentuan hukum yang bisa membatasi
seseorang dalam menentukan agama / kepercayaan, yaitu kebebasan menjalankan dan
menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan
berdasarkan hukum.
6.
Pendidikan agama harus sesuai dengan keyakinan
masing-masing individu Negara. Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk
menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk
memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan
keyakinan mereka sendiri
D.
Dasar Hukum
Yang Mengatur Tentang Beragama dan Berkepercayaan
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi
kita, yaitu Pasal 28E ayat (1)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”) :
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan. Selain itu dalam Pasal
28I ayat (1) UUD 1945juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak
asasi manusia. Selanjutnya Pasal
29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Akan tetapi, hak asasi
tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib
menghormati hak asasi orang lain. Pasal
28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan
hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang.
Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada
pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang. Lukman Hakim Saifuddin dan Patrialis Akbar, selaku mantan anggota Panitia Ad Hoc I Badan
Pekerja MPR, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusipernah menceritakan kronologis dimasukkannya 10 pasal baru yang mengatur
tentang HAM dalam amandemen kedua UUD 1945, termasuk di antaranya pasal-pasal
yang kami sebutkan di atas. Menurut keduanya, ketentuan-ketentuan soal HAM
dari Pasal 28A sampai 28I UUD 1945 telah dibatasi atau “dikunci” oleh Pasal 28J
UUD 1945.
BAB III
METODOLOGI
PENULISAN
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini merupakan metode
deskriptif analisis, yaitu melakukan pengkajian, penggambaran dan penjelasan
mengenai pentingnya kemerdekaan beragama dan berkepercayaan di Indonesia serta
pentingnya penanam sikap toleransi dalam menjaga kerukunan masyarakat Indonesia
terhadap keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia.
B. Waktu
dan Tempat Penulisan
Penulisan
karya tulis ini dilaksanakan pada bulan 17 november 2016.
Penulis melaksanakan penulisan karya tulis ini
bertempat di SMA N 1 KOBA.
C.
Metode
Pengumpulan Data
Pengumpulan data penulisan
dilakukan dengan menggunakan teknik studi pustaka dan dokumentasi.
1. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan
untuk menambah data agar data-data yang diambil lebih lengkap. Data-data
diperoleh antara lain melalui media cetak seperti buku-buku yang berhubungan,
dan media elektronik seperti melalui internet.
2.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan
gambar – gambar yang berkaitan dengan materi
bahasan dalam karya tulis ini (kemerdekaan keberagaman agama dan kepercayaan di
Indonesia)
D.
Analisis
Data
Penganalisisan
dilakukan dengan menggunakan analisis kulitatif. Analisis ini memperoleh sumber
informasi melalui metode study pustaka
dengan mengumpulkan data dari berbagai informasi seperti buku-buku yang
berhubungan, dan media elektronik seperti melalui internet.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Bagaimana
Keadaan Penduduk Indonesia Dalam Beragama dan Berkepercayaan Di Indonesia?
Beragama adalah menjadikan suatu ajaran agama
sebagai jalan dan pedoman hidup berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut
adalah jalan yang benar. Karena bersumber dari keyakinan diri, maka yang paling
menentukan keberagamaan seseorang adalah hati nurani. Oleh karena itu agama
adalah urusan paling pribadi. Apakah seseorang meyakini dan menjalankan ajaran
suatu agama atau tidak, ditentukan oleh keyakinan dan motivasi pribadi dan
konsekuensinya pun ditanggung secara pribadi.
Keberagamaan seseorang menjadi tidak bermakna
sama sekali jika dilakukan tanpa keyakinan dan semata-mata ditentukan oleh
faktor di luar diri sendiri. Islam secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada
paksaan dalam agama. Beragama dengan keterpaksaan adalah sebuah kemunafikan.
Oleh karena itu beragama adalah hak asasi manusia yang masuk dalam kategori hak dasar yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Konsekuensinya, siapapun harus menghormati, menghargai, dan tidak melanggar hak orang lain dalam beragama.
Oleh karena itu beragama adalah hak asasi manusia yang masuk dalam kategori hak dasar yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Konsekuensinya, siapapun harus menghormati, menghargai, dan tidak melanggar hak orang lain dalam beragama.
Bahkan negara tidak memiliki otoritas untuk menentukan mana agama yang
benar dan mana agama yang salah. Keyakinan saya bahwa agama Islam adalah agama
yang benar dan diridloi Allah SWT bukan karena Islam diakui sebagai agama yang
“sah” oleh negara. Sebaliknya, saya tidak memilih agama yang lain juga bukan
karena agama tersebut tidak diakui secara “sah” oleh negara.
Yang menentukan adalah keyakinan saya sendiri. Jika saya memeluk Islam
sebagai agama saya dan beribadah menurut ajaran seperti mayoritas yang dilakukan
oleh umat Islam yang lain semata-mata karena pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah, maka saya telah menjadi munafik, dan keberagamaan saya tidak
bermakna sama sekali dihadapan Allah.
Sebaliknya, tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi hak warga negara dan memenuhi kepentingan seluruh rakyatnya. Dalam konteks ke-Indonesia-an, salah satu tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, tentu saja tanpa diskriminasi baik berdasarkan suku, bahasa, maupun agama. Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadat.
Sebaliknya, tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi hak warga negara dan memenuhi kepentingan seluruh rakyatnya. Dalam konteks ke-Indonesia-an, salah satu tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, tentu saja tanpa diskriminasi baik berdasarkan suku, bahasa, maupun agama. Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadat.
Beragama secara mendasar adalah wilayah pribadi setiap insan manusia,
karena yang paling esensi dalam beragama adalah keyakinan dan kepercayaan
individual. Namun demikian, karena agama tidak hanya mengajarkan kehidupan
pribadi manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur kehidupan bermasyarakat,
agama juga menjadi wilayah masyarakat. Apalagi, jika agama tersebut telah
berkembang luas dan menjadi salah satu identitas yang menonjol dari suatu
masyarakat.
Konsekuensi perkembangan agama sebagai identitas dan wilayah kemasyarakatan
adalah munculnya peran masyarakat mayoritas yang menentukan keberagamaan
seseorang, serta justifikasi sosial apakah aliran agama tertentu benar atau
salah, paling tidak dapat diterima atau tidak. Peran tersebut bagaimanapun juga
telah mengurangi hakikat agama sebagai hak asasi yang mendasar berdasarkan
keyakinan dan kepercayaan individual.
Hal itu tidak dapat dihindari karena masyarakat membutuhkan kepastian dan pegangan dalam beragama. Bagi masyarakat awam, adalah tugas para pemimpin agama untuk memberikan kepastian tentang keberagamaan yang dipandang benar diantara berbagai aliran yang ada.
Hal itu tidak dapat dihindari karena masyarakat membutuhkan kepastian dan pegangan dalam beragama. Bagi masyarakat awam, adalah tugas para pemimpin agama untuk memberikan kepastian tentang keberagamaan yang dipandang benar diantara berbagai aliran yang ada.
Namun tentu juga merupakan tugas para pemimpin agama untuk senantiasa
memberikan pemahaman bahwa tidak ada paksaan dalam agama, membangun ukhuwah
dalam keberagaman. Oleh karena itu, adanya kekerasan terhadap kelompok aliran
agama minoritas juga menjadi tanggungjawab para pemuka agama. Mengingat
kebebasan beragama adalah bagian dari hak asasi, dan negara memiliki
tanggungjawab untuk memberikan perlindungan, penghormatan, dan pemajuan hak
asasi, maka dalam hal tertentu kehidupan beragama juga menjadi wilayah negara.
Pada posisi inilah harus terdapat pembeda yang dapat dijadikan pegangan
sehingga peran negara tidak terlalu jauh memasuki urusan individu, serta tidak
pula memasuki ranah masyarakat. Jika negara telah memasuki urusan individu,
maka hakikat beragama sebagai wujud keyakinan hati nurani dan kepercayaan
individual akan hilang.
Di sisi lain, jika negara terlalu jauh memasuki wilayah masyarakat, maka
negara dapat tergelincir menjadi alat mayoritas yang menindas minoritas. Untuk menentukan bagaimana seharusnya negara
berperan dalam kehidupan beragama, harus terdapat prinsip-prinsip yang
dijadikan sebagai pegangan. Pertama, pengakuan hak kebebasan beragama sebagai
hak asasi. Pengakuan tersebut mengharuskan negara tidak dapat melarang agama
apapun atau aliran apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia, sepanjang
sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
Persoalan apakah agama atau aliran tersebut akan diterima oleh masyarakat
dan berkembang atau tidak, itu adalah wilayah masyarakat. Negara tidak dapat
menentukan mana agama yang benar dan mana agama yang salah. Negara juga tidak
dapat menentukan cara beribadah mana yang benar dan mana yang salah.
Konsekuensinya, negara tidak dapat melarang cara beribadah tertentu walaupun
oleh mayoritas masyarakat hal itu dipandang menyimpang. Hingga saat inipun
tidak ada larangan hukum terhadap cara ibadat tertentu, walaupun terhadap suatu
aliran yang dinyatakan menyimpang.
Jika negara memasuki wilayah pribadi, maka negara telah membatasi hak kebebasan beragama dan beribadat.
Jika negara memasuki wilayah pribadi, maka negara telah membatasi hak kebebasan beragama dan beribadat.
Di sisi lain, keberagamaan dan ibadah yang dilakukan berdasarkan paksaan
akan menghilangkan makna keberagamaan seseorang karena dilakukan tanpa
keyakinan dan kepercayaan, tetapi karena paksaan semata. Jika berharap terjadi
perubahan, maka biarlah perubahan tersebut juga didasari oleh perubahan
keyakinan. Perubahan keyakinan hanya dapat dilakukan melalui proses dialog dan
penyadaran yang menjadi wilayah masyarakat, bukan oleh paksaan negara. Oleh
karena itu, sikap yang menyatakan suatu agama atau aliran tersebut menyimpang
atau tidak, termasuk cara beribadahnya adalah wilayah masyarakat. Negara baru
dapat masuk wilayah agama dalam dua kondisi. Pertama, jika agama atau aliran
yang dipandang menyimpang tersebut bertentangan dengan dasar-dasar
perikemanusiaan dan kemasyarakatan.
Intervensi negara tersebut sah adanya karena pada prinsipnya setiap agama
mengajarkan penghargaan dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan
dan kemasyarakatan. Jika suatu agama atau aliran menghalalkan pembunuhan,
pencurian, memutus hubungan kekeluargaan, maka negara harus bertindak. Tindakan
negara tersebut tidak hanya terhadap tindakan-tindakan berdasarkan ajaran agama
yang merupakan tindak pidana, tetapi juga dapat melarang perkembangan agama
tersebut.
Pelarangan itu memiliki legitimasi karena agama atau aliran agama dimaksud
nyata-nyata bertentangan dengan hakikat ajaran agama dan merugikan kemanusiaan
dan kemasyarakatan. Kondisi kedua di mana dibutuhkan peran negara adalah pada
saat masyarakat, atau sekelompok orang melakukan tindakan yang melanggar hak
kebebasan beragama orang lain, padahal keyakinan dan kepercayaan orang yang
dilanggar itu tidak bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Walaupun agama atau aliran agama itu dinyatakan menyimpang dan atau telah
berada di luar suatu agama, sekelompok orang tidak dapat melanggar hak
kebebasan keyakinan dan beribadat para pemeluk agama atau aliran agama
tersebut. JIka hal itu terjadi, negara harus melindungi. Bahkan jika terjadi
kekerasan terhadap para penganut agama atau aliran agama yang dipandang
menyimpang, maka negara harus menindak para pelakunya. Tindakan tersebut adalah
terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan, bukan terhadap keyakinan bahwa
agama atau aliran agama tertentu adalah menyimpang.
Masyarakat atau organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, atau bahkan
MUI memiliki hak untuk menentukan suatu aliran tertentu masih dapat diakui
sebagai Islam atau tidak. Penentuan itupun tentu dilakukan melalui mekanisme
pengkajian dan pengambilan keputusan yang diatur oleh masing-masing organisasi.
Namun dalam kehidupan tertib bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tentu
organisasi-organisasi tersebut dan masyarakat secara umum tidak dapat melakukan
kekerasan terhadap aliran yang dipandang tidak sesuai lagi dengan pinsip ajaran
Islam.
Sebaliknya, organisasi-organisasi itu tentu memiliki kewajiban untuk
mencegah terjadinya kekerasan. Oleh karena itu setiap fatwa harus diikuti
dengan “petunjuk” bagaimana menyikapi fatwa tersebut sebagai bentuk
pertanggungjawaban agar tidak terjadi kekerasan dan paksaan terhadap minoritas.
Kekerasan dan paksaan itu tidak saja bertentangan dengan hukum negara, tetapi
juga bertentangan dengan hukum agama.
2.
Bagaimana
Membangun Kerukunan Umat Dalam Beragama dan Berkepercayaan Di Indonesia?
Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai
dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya
bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah
harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah
terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi,
maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi
pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instensi vertical,
menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling
percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten.
Dengan hubungan yang bersifat konsultatif dengan
tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat,
menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan
aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan. Kerukunan antar umat
beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling
tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak
memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan
ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi
peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau
Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat
beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai
dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap
saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun,
khususnya dalam masalah agama.
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai
sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia
memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat
istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas
penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga
dianut penduduk ini.
Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Konghucu adalah contoh agama yang
juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan
masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk
berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus
menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia untuk bersama-sama membangun
negara ini menjadi yang lebih baik.
Adapun konsep tri kerukunan umat beragama di Indonesia, yaitu :
- Kerukunan intern umat
beragama, yaitu suatu bentuk
kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya,
kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
- Kerukunan antar umat
beragama , yaitu suatu bentuk
kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda.
Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama
Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
- Kerukunan umat beragama
dengan pemerintah, yaitu bentuk kerukunan
semua umat-umat beragama menjalin hubungan yang yang harmoni
dengan Negara/ pemerintah. Misalnya tunduk dan patuh terhadap aturan
dan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah ikut andil dalam
menciptakan suasana tentram, termasuk kerukunan umar beragama dengan
pemerintah itu sendiri. Semua umat beragama yang diwakili oleh tokoh-tokon
agama dapat sinergi dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra
dengan pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan
bangsa.
Seluruh peraturan pemerintah yang membahas kerukunan hidup umat
beragama, harus mencakup empat pokok masalah, yaitu sebagai berikut.
- Pendirian Rumah Ibadah
- Penyiaran agama
- Bantuan keagamaan
dari luar negeri
- Tenaga asing bidang
keagamaan
3.
Bagaimana
Sikap Toleransi Masyarakat Terhadap Keberagaman Agama dan Kepercayaan Di
Indonesia?
Semua manusia pada dasarnya sama.
Membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama manusia karena warna kulit atau
bentuk fisik lainnya adalah sebuah kesalahan. Tuhan menciptakan manusia berbeda
dan beragam. Perbedaan itu adalah anugerah yang harus kita syukuri. Mengapa
kita harus bersyukur dengan keragaman itu? Dengan keragaman, kita menjadi
bangsa yang besar dan arif dalam bertindak. Agar keberagaman bangsa Indonesia
juga menjadi sebuah kekuatan, kita bangun keberagaman bangsa Indonesia dengan
dilandasi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan dan kesatuan di sebuah negara yang
beragam dapat diciptakan salah satunya dengan perilaku masyarakat yang
menghormati keberagaman bangsa dalam wujud perilaku toleran terhadap
keberagaman tersebut. Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar,
membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang
memiliki pendapat berbeda.
Toleransi sejati didasarkan sikap hormat
terhadap martabat manusia, hati nurani, dan keyakinan, serta keikhlasan sesama
apa pun agama, suku, golongan, ideologi atau pandangannya. Perhatikan dan
bacalah penjelasan perilaku toleran terhadap keberagaman agama, suku, ras,
budaya, dan gender di bawah ini.
1.
Perilaku Toleran dalam Kehidupan Beragama
Semua orang
di Indonesia tentu menyakini salah satu agama atau kepercayaan yang ada di
Indonesia. Pemerintah Indonesia mengakui enam agama yang ada di Indonesia.
Agama tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
Bukankah kalian sejak kecil sudah meyakini dan melaksanakan ajaran agama yang
kalian anut. Negara menjamin warga negaranya untuk menganut dan mengamalkan
ajaran agamanya masing-masing.
Jaminan
negara terhadap warga negara untuk memeluk dan beribadah diatur dalam UUD 1945
Pasal 29 ayat (2). Bunyi lengkap Pasal 29 ayat (2) adalah “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam kehidupan
berbangsa, seperti kita ketahui keberagaman dalam agama itu benar-benar
terjadi. Agama tidak mengajarkan untuk memaksakan keyakinan kita kepada orang
lain. Oleh karena itu, bentuk perilaku kehidupan dalam keberagaman agama di
antaranya diwujudkan dalam bentuk:
a. menghormati
agama yang diyakini oleh orang lain;
b. tidak
memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang berbeda agama;
c. bersikap
toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh yang memiliki
keyakinan dan agama yang berbeda
d. melaksanakan
ajaran agama dengan baik; serta
e. tidak
memandang rendah dan tidak menyalahkan agama yang berbeda dan dianut oleh orang
lain.
f.
Perilaku baik dalam kehidupan beragama tersebut sebaiknya kita laksanakan, baik
dikeluarganya, sekolah, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2.
Perilaku Toleran Terhadap Keberagaman Suku dan Ras di Indonesia
Perbedaan suku dan ras antara manusia yang satu dengan manusia yang lain
hendaknya tidak menjadi kendala dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia maupun dalam pergaulan dunia. Kita harus menghormati harkat dan
martabat manusia yang lain. Marilah kita mengembangkan semangat persaudaraan
dengan sesama manusia dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Perbedaan kita dengan orang lain tidak berarti bahwa orang lain lebih baik
dari kita atau kita lebih baik dari orang lain. Baik dan buruknya penilaian
orang lain kepada kita bukan karena warna, rupa, dan bentuk, melainkan karena
baik dan buruknya kita dalam berperilaku. Oleh karena itu, sebaiknya kita
berperilaku baik kepada semua orang tanpa memandang berbagai perbedaan
tersebut.
3.
Perilaku Toleran Terhadap Keberagaman Sosial
Budaya
Kehidupan sosial dan keberagaman kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia tentu menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Kita tentu
harus bersemangat untuk memelihara dan menjaga kebudayaan bangsa Indonesia.
Siapa lagi yang akan mempertahankan budaya bangsa jika bukan kita sendiri. Bagi
seorang pelajar perilaku dan semangat kebangsaan dalam mempertahankan
keberagaman budaya bangsa di antaranya dapat dilaksanakan dengan:
- mengetahui
keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
- mempelajari
dan menguasai salah satu seni budaya sesuai dengan minat dan
kesenangannya;
- merasa
bangga terhadap budaya bangsa sendiri; dan
- menyaring
budaya asing yang masuk ke dalam bangsa Indonesia.
4.
Kesadaran
Gender
Tuhan menciptakan manusia dalam dua jenis, yaitu
laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama. Hubungan
sosial antara laki-laki dan perempuan itulah yang dinamakan dengan jenis
kelamin. Jadi, jenis kelamin merujuk pada hubungan antara laki-laki dan
perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana hubungan tersebut
dilihat berdasarkan sifat kodrat.
Pengertian gender tidak didasarkan pada sifat
kodrat manusia. Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan kedudukan,
fungsi, dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Gender dibentuk
dan berkembang seiring dengan budaya masyarakat. Gender bukan bawaan sejak
lahir.
Tiap-tiap masyarakat memiliki perkembangan
budayanya sendiri, demikian pula dalam perkembangan budaya bangsa Indonesia.
Pemahaman gender di Indonesia tentulah akan sejalan dengan perkembangan budaya
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman dan kesadaran gender bersifat
dinamis dan dapat berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lain.
Kesadaran gender bararti meletakan kedudukan,
fungsi, dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat secara
sejajar. Misalnya dalam keluarga, maka setiap anggota keluarga bertanggung
jawab atas kebersihan dan kerapian rumah tempat tinggalnya. Anak laki-laki atau
anak perempuan, keduanya bisa menjaga kebersihan dan kerapian rumah tempat
tinggalnya. Di sekolah, laki-laki atau perempuan sama-sama dapat menjadi guru.
Dalam masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dapat mengambil peran yang
berguna bagi sesama manusia lainnya.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Adapun beberapa simpulan dalam karya tulis ini yaitu :
1. Keadaan
penduduk Indonesia dalam beragama dan berkepercayaan akan menjadi baik jika
dilandasi dengan sikap toleransi yang tinggi dan akan memburuk jika tidak
dilandasi sikap kerukunan antar sesama.
2. Membangun
kerukunan umat dalam beragama dan berkepercayaan di Indonesia dapat dilakukan
dengan cara menerapkan tri kerukunan umat beragama yang dapat menjaga kerukunan
antar sesama umat beragama dan berkepercayaan di Indonesia.
3. Sikap
toleransi masyarakat terhadap keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia
saat ini rendah, karena masyarakat kurang memiliki kesadaran dalam menjaga
kerukunan antar sesama umat dalam beragama dan berkepercayaan sehingga menyebabkan
kurangnya sikap toleransi diantara sesama.
B. Saran
Adapun saran
yang terdapat dalam karya tulis ini yaitu :
1. Perlu adanya
peningkatan sikap toleransi di kalangan para siswa agar terciptanya kerukunan
antar siswa dalam menyikapi keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di
Indonesia.
2. Diharapkan
agar setiap masyarakat dapat hidup rukun dengan selalu menerapkan konsep tri
kerukunan umat beragama agar dapat menyikapi keberagaman agama dan kepercayaan
yang ada di Indonesia dengan sikap yang baik.
Posting Komentar